Desa Panunggalan

Kec. Pulokulon
Kab. Grobogan - Jawa Tengah

Artikel

KIAT BELI TANAH GIRIK YANG AMAN

NUR FAIZIN, S.Pd., C.LDSP

10 Juli 2025

35 Kali dibuka

Girik bukanlah tanda bukti atas tanah, tetapi bukti bahwa pemilik girik menguasai tanah milik adat dan sebagai pembayar pajak atas bidang tanah tersebut beserta dengan bangunan yang ada di atasnya jika ada. Sehingga, pada prinsipnya girik tidak dapat dipersamakan dengan sertifikat hak atas tanah seperti yang ada sekarang.

Di dalam Pasal 24 ayat (1) PP 24/1997 dan penjelasannya, diatur bahwa untuk keperluan pendaftaran hak atas tanah yang berasal dari konversi hak-hak lama dibuktikan dengan alat-alat bukti mengenai adanya hak tersebut, antara lain bukti-bukti tertulis salah satunya berupa girik.

Lebih lanjut, Pasal 60 ayat (2) huruf f Permen ATR/Kepala BPN 3/1997 menjelaskan bahwa alat bukti tertulis untuk pendaftaran hak-hak lama sebagaimana dimaksud Pasal 24 ayat (1) PP 24/1997 dinyatakan lengkap apabila dapat ditunjukkan kepada Panitia Ajudikasi dokumen-dokumen, antara lain petuk pajak bumi/landrente, girik, pipil, kekitir, dan Verbonding Indonesia sebelum berlakunya PP 10/1961.

Sebelum lahirnya UU PA, girik dan alat bukti tertulis lain atas tanah bekas adat merupakan tanda pembuktian hak milik tanah. Akan tetapi, setelah UU PA dan PP 10/1961 yang telah dicabut dengan PP 24/1997 diundangkan dan diberlakukan, sertifikat hak atas tanahlah yang merupakan satu-satunya bukti kepemilikan hak atas tanah.

Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa girik pasca diundangkannya UU PA dan PP 10/1961 adalah sebagai alat bukti tertulis untuk pendaftaran hak-hak lama atas tanah.

Membeli tanah girik memerlukan kehati-hatian ekstra karena status hukumnya yang lemah dibandingkan tanah bersertifikat seperti Sertifikat Hak Milik (SHM). Tanah girik adalah tanah adat yang belum terdaftar di Badan Pertanahan Nasional (BPN) dan hanya memiliki bukti penguasaan berupa surat girik, yang sebenarnya merupakan tanda pembayaran pajak (PBB) dan bukan bukti kepemilikan resmi. Berikut adalah kiat-kiat membeli tanah girik yang aman beserta penjelasan detail dan dasar hukumnya:

Kiat-kiat Membeli Tanah Girik yang Aman

  1. Periksa Keaslian Surat Girik
  • Langkah: Pastikan surat girik asli dengan memeriksa nomor, luas tanah, dan nama pemilik di kantor kelurahan atau desa setempat. Verifikasi apakah data tersebut sesuai dengan catatan di Leter C (buku register tanah di desa/kelurahan).
  • Tujuan: Menghindari penipuan akibat surat girik palsu atau manipulasi data.
  • Detail: Surat girik sering kali hanya berupa kutipan Leter C atau bukti pajak, sehingga penting untuk memastikan dokumen tersebut sah dan nama pemilik sesuai dengan penjual. Anda juga bisa meminta salinan Leter C jika girik asli tidak tersedia.
  • Hukum: Pasal 24 ayat (1) Peraturan Pemerintah (PP) No. 24/1997 tentang Pendaftaran Tanah menyatakan bahwa girik adalah salah satu alat bukti tertulis untuk pendaftaran hak atas tanah bekas hak adat, tetapi bukan bukti kepemilikan mutlak. Putusan Mahkamah Agung (MA) No. 3176 K/Pdt/1988 (3 April 1990) menegaskan bahwa girik hanya sebagai tanda pembayaran pajak, bukan bukti kepemilikan sah.

 

  1. Minta Bukti Pembayaran Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) .
  • Langkah: Mintalah bukti pembayaran PBB minimal tiga tahun terakhir atas nama pemilik asli.
  • Tujuan: Bukti PBB menunjukkan bahwa tanah tersebut telah dikuasai secara sah oleh penjual dan tidak ada tunggakan pajak yang dapat memengaruhi transaksi.
  • Detail: Bukti PBB (SPPT/STTS) juga dapat menjadi indikator bahwa tanah tersebut terdaftar di kelurahan/desa, sehingga memperkuat keabsahan penguasaan tanah oleh penjual.
  • Dasar Hukum: Pasal 1 angka 20 PP No. 24/1997 jo. Pasal 19 ayat (2) huruf c UU Pokok Agraria (UUPA) No. 5/1960 menegaskan bahwa bukti kepemilikan terkuat adalah sertifikat, bukan girik atau SPPT. Namun, SPPT dapat digunakan sebagai bukti pendukung penguasaan tanah.[](https://www.hukumonline.com/klinik/a/kiat-kiat-membeli-tanah-girik-yang-aman-cl1360/)
  1. Dapatkan Surat Keterangan Bebas Sengketa  
  • Langkah: Mintalah surat keterangan dari kelurahan, kecamatan, atau kepala desa yang menyatakan bahwa tanah tersebut bebas dari sengketa hukum. Surat ini biasanya ditandatangani oleh lurah/kepala desa dan disaksikan oleh tokoh masyarakat seperti RT/RW.
  • Tujuan: Mengurangi risiko pembelian tanah yang sedang dalam sengketa keluarga, batas, atau pihak lain.
  • Detail: Tanah girik rentan terhadap sengketa karena tidak memiliki sertifikat resmi. Surat keterangan ini memastikan tidak ada pihak lain yang mengklaim tanah tersebut.
  • Dasar Hukum: Pasal 1320 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUH Perdata) mensyaratkan adanya itikad baik dalam perjanjian jual beli, termasuk memastikan status tanah bebas sengketa

 

  1. Peroleh Surat Keterangan Riwayat Tanah
  • Langkah: Mintalah surat keterangan riwayat tanah dari kelurahan, kecamatan, atau kepala desa untuk mengetahui asal-usul tanah, termasuk riwayat kepemilikan sebelumnya dan peralihan hak.
  • Tujuan: Memahami sejarah tanah untuk menghindari masalah seperti sengketa waris atau klaim dari pihak lain.
  • Detail: Surat ini menjelaskan bagaimana tanah tersebut dikuasai (misalnya, melalui warisan, jual beli, atau hibah) dan apakah ada perubahan luas tanah dari waktu ke waktu.
  • Dasar Hukum: Pasal 24 ayat (1) PP No. 24/1997 menyebutkan bahwa riwayat tanah merupakan bagian dari bukti tertulis untuk pendaftaran hak atas tanah.

 

  1. Buat Surat Pernyataan Tidak Dijual ke Pihak Lain
  • Langkah: Mintalah surat pernyataan dari penjual, yang disahkan oleh kelurahan/kecamatan, bahwa tanah tersebut tidak sedang dalam proses transaksi dengan pihak lain.
  • Tujuan: Mencegah penjualan ganda atau sengketa akibat transaksi ganda.
  • Detail: Surat ini menunjukkan komitmen penjual untuk hanya menjual tanah kepada Anda, sehingga mengurangi risiko hukum.
  • Hukum: Asas terang dan tunai dalam UUPA No. 5/1960 (Pasal 19) dan Putusan MA No. 380 K/Sip/1975 (15 April 1976) menegaskan bahwa jual beli tanah harus dilakukan secara terbuka di hadapan pejabat berwenang untuk memastikan keabsahan transaksi.

 

  1. Pastikan Tanah Tidak dalam Proses Transaksi dengan Pihak Lain
  • Langkah: Lakukan pengecekan tambahan di kelurahan atau BPN untuk memastikan tanah tidak sedang ditawarkan atau dalam proses jual beli dengan pihak lain.
  • Tujuan: Menghindari konflik akibat penjualan ganda atau tanah yang sudah digadaikan.
  • Detail: Anda dapat meminta konfirmasi dari lurah/kepala desa atau mengecek riwayat transaksi di BPN jika tanah tersebut pernah diajukan untuk sertifikasi.
  • Dasar Hukum: Pasal 1320 KUH Perdata menekankan syarat sahnya perjanjian, termasuk tidak adanya cacat hukum seperti penipuan atau transaksi ganda.

 

  1. Lakukan Transaksi di Hadapan PPAT atau Pejabat Berwenang
  • Langkah: Lakukan transaksi jual beli di hadapan Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) untuk membuat Akta Jual Beli (AJB). Jika tidak ada PPAT di wilayah tersebut, transaksi dapat dilakukan di hadapan kepala desa atau camat.
  • Tujuan: Memastikan transaksi sah secara hukum dan memiliki bukti otentik berupa AJB, yang diperlukan untuk pendaftaran sertifikat di BPN.
  • Detail: AJB mencatat pemindahan hak atas tanah dan menjadi syarat wajib untuk pendaftaran sertifikat. Jika pembayaran belum lunas, buat Perjanjian Pengikatan Jual Beli (PPJB) sebelum AJB.
  • Dasar Hukum: PP No. 37/1998 tentang Peraturan Jabatan PPAT mengatur bahwa jual beli tanah harus dilakukan di hadapan PPAT untuk menghasilkan akta otentik. Pasal 19 UUPA No. 5/1960 menegaskan pentingnya pendaftaran tanah untuk memberikan kepastian hukum.

 

  1. KONVERSI GIRIK MENJADI SERTIFIKAT HAK MILIK (SHM)
  • Langkah: Setelah pembelian, segera urus konversi girik menjadi SHM di BPN. Langkah-langkahnya meliputi:
  1. Siapkan dokumen: surat girik asli, bukti PBB, surat keterangan bebas sengketa, surat keterangan riwayat tanah, surat keterangan penguasaan fisik secara sporadik, fotokopi KTP dan KK, serta AJB.
  2. permohonan ke BPN untuk pendaftaran tanah.
  3. Petugas BPN akan melakukan pengukuran dan pemeriksaan tanah.  
  4. Data yuridis diumumkan selama 60 hari untuk memastikan tidak ada keberatan dari pihak lain.
  5. Bayar Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) berdasarkan Nilai Jual Objek Pajak (NJOP).
  6. Terbitkan SK Hak atas Tanah, lalu sertifikat SHM.
  • Tujuan: Mengubah status tanah menjadi SHM untuk mendapatkan kepastian hukum yang kuat dan mengurangi risiko sengketa.
  • Detail: Proses ini bisa dilakukan sendiri atau dengan bantuan PPAT. Tanpa sertifikat, tanah girik rentan terhadap klaim pihak lain yang memiliki dokumen lebih kuat.
  • Hukum: Pasal 24 ayat (1) PP No. 24/1997 dan Pasal 19 UUPA No. 5/1960 mengatur bahwa tanah adat harus dikonversi menjadi sertifikat untuk diakui secara hukum. PP No. 18/2021 jo. Pasal 76A Permen ATR/Kepala BPN No. 16/2021 menetapkan bahwa girik hanya berlaku hingga 2 Februari 2026, sehingga konversi menjadi SHM sangat dianjurkan.

 

RISIKO MEMBELI TANAH GIRIK

 

  • Kedudukan Hukum Lemah: Girik bukan bukti kepemilikan, hanya tanda penguasaan dan pembayaran pajak. Sertifikat (SHM) adalah bukti kepemilikan terkuat.
  • Sengketa: Tanah girik rentan terhadap sengketa waris, batas, atau klaim pihak lain karena data di Leter C sering kali tidak sesuai dengan kondisi lapangan.
  • Proses Sertifikasi Panjang: Mengubah girik menjadi SHM memerlukan waktu (minimal 3 bulan) dan biaya (BPHTB, biaya notaris, dll.
  • Penjualan Ganda: Tanpa sertifikat, ada risiko penjual menawarkan tanah ke beberapa pihak.

 

DASAR HUKUM UTAMA

  1. UU Pokok Agraria (UUPA) No. 5/1960: Mengatur bahwa sertifikat adalah bukti kepemilikan tanah yang sah, sedangkan tanah adat (termasuk girik) harus dikonversi untuk mendapatkan kepastian hukum (Pasal 19).
  2. PP No. 24/1997 tentang Pendaftaran Tanah: Menyatakan bahwa girik adalah alat bukti tertulis untuk pendaftaran hak atas tanah bekas hak adat, tetapi bukan bukti kepemilikan (Pasal 24 ayat (1)).
  3. PP No. 18/2021 jo. Permen ATR/Kepala BPN No. 16/2021: Menetapkan bahwa alat bukti tertulis seperti girik hanya berlaku hingga 2 Februari 2026, sehingga tanah girik harus segera disertifikatkan.
  4. Putusan MA No. 3176 K/Pdt/1988 (3 April 1990): Menegaskan bahwa girik bukan bukti kepemilikan, hanya tanda pembayaran pajak, dan tanah bersertifikat memiliki kedudukan hukum lebih kuat.
  5. Putusan MA No. 34 K/Sip/1960 (10 Februari 1960) dan No. 294/PK/Pdt/2016 (26 Juli 2016): Menyatakan bahwa girik hanya sebagai bukti pembayaran pajak, bukan kepemilikan.

 

REKOMENDASI TAMBAHAN

  1. Konsultasi dengan Notaris/PPAT: Libatkan notaris atau PPAT untuk memastikan keabsahan dokumen dan proses transaksi.
  2. Cek Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW): Pastikan tanah tidak berada di kawasan hijau atau lahan yang tidak boleh dibangun, sesuai Keputusan Menteri Perumahan Rakyat No. 09/KPTS/M/1995.
  3. Perhatikan Status Perkawinan Penjual: Jika penjual sudah menikah, pastikan pasangan menyetujui transaksi, kecuali tanah merupakan harta bawaan atau hibah/warisan.

 

Dengan mengikuti kiat-kiat di atas dan mematuhi dasar hukum yang berlaku, Anda dapat meminimalkan risiko sengketa dan memastikan transaksi jual beli tanah girik berjalan aman. Setelah pembelian, segera urus konversi ke SHM untuk mendapatkan kepastian hukum penuh, terutama mengingat batas waktu girik hingga 2 Februari 2026.

 

Penulis : Kadus Krajan

Komentar yang terbit pada artikel "KIAT BELI TANAH GIRIK YANG AMAN"

Kirim Komentar

Nama
Telp./HP
E-mail

Komentar

Captha

Komentar Facebook

Aparatur Desa

Kepala Desa

MOCH. PUJIYANTO

Sekretaris

AHMAD MUNTHOHAR

Kepala Dusun Krajan

NUR FAIZIN, S.Pd., C.LDSP

Kepala Seksi Pelayanan

SIGIT DWI CAHYONO, S.Pt

Kepala Urusan Tata Usaha dan Umum

SYAMSUL HUDA MUH

Kepala Seksi Pemerintahan

SRI WAHYUNI

Kepala Dusun Padangan

MUNAWAN

Kepala Dusun Kedungwungu

BAMBANG TRI MULYANTO

Kepala Dusun Ngampel

TRI CAHYADI

Kepala Urusan Keuangan

NGADENAN

Kepala Seksi Kesra

YAHMAN

Pegawai Desa

PUJI SLAMET

Pegawai Desa

SITI KALIFATUN MUNAFIAH

Layanan Mandiri
Layanan Mandiri
Layanan Mandiri
Layanan Mandiri

Desa Panunggalan

Kecamatan Pulokulon, Kabupaten Grobogan, Jawa Tengah

Agenda

Belum ada agenda terdata

Komentar

Media Sosial

Statistik Pengunjung

Hari ini:122
Kemarin:119
Total:10.168
Sistem Operasi:Unknown Platform
IP Address:216.73.216.110
Browser:Mozilla 5.0

Transparansi Anggaran

APBDes 2025 Pelaksanaan

Pendapatan

AnggaranRealisasi
Rp 3.652.914.000,00Rp 604.613.461,00

Belanja

AnggaranRealisasi
Rp 3.420.567.008,00Rp 1.256.682.620,00

Pembiayaan

AnggaranRealisasi
Rp -232.346.992,00Rp 98.903.008,00

APBDes 2025 Pendapatan

Hasil Usaha Desa

AnggaranRealisasi
Rp 7.000.000,00Rp 5.552.000,00

Hasil Aset Desa

AnggaranRealisasi
Rp 856.675.000,00Rp 305.300.000,00

Dana Desa

AnggaranRealisasi
Rp 1.648.041.000,00Rp 0,00

Bagi Hasil Pajak Dan Retribusi

AnggaranRealisasi
Rp 146.281.000,00Rp 36.569.000,00

Alokasi Dana Desa

AnggaranRealisasi
Rp 505.917.000,00Rp 252.154.540,00

Bantuan Keuangan Provinsi

AnggaranRealisasi
Rp 400.000.000,00Rp 0,00

Bantuan Keuangan Kabupaten/kota

AnggaranRealisasi
Rp 80.000.000,00Rp 0,00

Bunga Bank

AnggaranRealisasi
Rp 9.000.000,00Rp 5.037.921,00

APBDes 2025 Pembelanjaan

Bidang Penyelenggaran Pemerintahan Desa

AnggaranRealisasi
Rp 1.230.620.699,00Rp 359.921.620,00

Bidang Pelaksanaan Pembangunan Desa

AnggaranRealisasi
Rp 1.648.147.760,00Rp 681.026.000,00

Bidang Pembinaan Kemasyarakatan Desa

AnggaranRealisasi
Rp 311.060.000,00Rp 112.935.000,00

Bidang Pemberdayaan Masyarakat Desa

AnggaranRealisasi
Rp 45.583.549,00Rp 20.000.000,00

Bidang Penanggulangan Bencana, Darurat Dan Mendesak Desa

AnggaranRealisasi
Rp 185.155.000,00Rp 82.800.000,00

Lokasi Kantor Desa

Latitude:-7.128719235385461
Longitude:111.07158422470093

Desa Panunggalan, Kecamatan Pulokulon, Kabupaten Grobogan - Jawa Tengah

Buka Peta

Wilayah Desa